Sistem Ranking bagi Anak dan Kesuksesan

Mikamoney.com- Hari ini bertepatan dengan pembagian raport bagi siswa sekolah, pikiran saya menerawang kembali ke masa silam sewaktu masih sekolah dasar tentang sistem ranking di sekolah dimana anak yang peringkat satu (ranking 1) disebut sebagai bintang kelas.

Pernahkah anda mengingat kemana anak-anak yang peringkat 1 dan bintang kelas itu sekarang ?

Ketika kecil membayangkan bahwa anak-anak yang pintar ini masa depannya cerah, dia pasti jadi orang hebat apalagi kalau masuk kelas IPA unggulan seakan ada gengsi tersendiri.

Namun apa yang terjadi ? apa yang didapat dari sistem ranking.. Saya teringat dengan penelitian Dr. Lewis Terman seorang psikolog di Amerika yang melakukan eksperimen selama 40 tahun,

penelitian terlama dalam bidang psikologi untuk menjawab pertanyaannya, apakah anak-anak cerdas memiliki kesempatan sukses lebih besar dibanding dengan anak biasa !

Tahun 1921, Dr. Lewis Terman memulai penelitiannya dengan mencari anak supernormal  (gifted ) yang memiliki kecerdasan super disetiap wilayah Amerika Serikat.

Standar yang ditetapkan oleh Terman ini anak yang memiliki IQ diatas 135 keatas dalam artian anak yang memiliki IQ level Sangat Cerdas.

Sekedar informasi, level IQ kebanyakan orang rata-rata normal berkisar 90-109, jika IQ antara 110-119 diatas normal, 120 – 129 cerdas, 130 – 139 sangat cerdas, dan diatas 140 Jenius. Sebagai perbandingan Albert Einstein yang terkenal dalam dunia fisika memiliki IQ 160.

Dari standar yang dibuat maka ditemukan 1.521 anak dari seluruh Amerika Serikat yang memenuhi syarat bahkan ada yang mempunyai IQ 200.

Anak-anak supernormal ini disebutnya sebagai “Termites”, anak-anak calon pemimpin masa depan dan kebanggaan Amerika.  Anak-anak jenius ini yang menjadi objek penelitiannya yang terkenal dalam sejarah psikologi.

Read also :  Awal Mula Sains Filsafat di Yunani

Selama sisa hidupnya, Dr. Lewis Terman ini terus memantau para Termites-nya dan ditemukan bahwa sebagian besar mereka memiliki catatan yang bagus dalam akedemik, sering memenangkan kompetisi  akademik disekolah dan dalam pemantauannya semua dicatat dalam buku tebal yang kelak diberi judul Genetic Studies of Genius.

Namun apa yang terjadi ? ketika para termites ini tumbuh dewasa tenyata tidak sesuai dengan yang prediksikan dimana para termites ini tidak ada yang benar-benar terkenal secara nasional.

Bahkan dua anak dulu yang sempat ditolak menjadi termites karena IQ nya tidak cukup tinggi – William Shockley dan Luis Alvarez- malah menjadi pemenang noble. Akhirnya Terman menyadari bahwa IQ dan kesuksesan adalah dua hal yang berbeda

Baca juga: Kesuksesan tiap orang berbeda, raih kesuksesanmu

Hal yang sama dengan Willian James Sidis anak prodigy yang memiliki IQ diatas 250 membuat orang berdecak kagum akan kepintarannya, namun setelah dewasa dia ditemukan dalam keadaan meninggal menjadi pemulung.

Memiliki IQ tinggi memang patut disyukuri tapi itu tidak menjamin akan sukses jika tidak disertai dengan fokus dan kerja keras di bidang yang ditekuninya.

Akan lebih baik jika dianugerahi kecerdasan tinggi dan berusaha dengan tekun dan fokus pada bidang yang ditekuninya hasilnya akan luar biasa, seperti Bill Gates contohnya.

Jadi jika anak anda tidak ranking 1 tidak masalah karena itu hanyalah sistem ranking biasa, tidak bisa masuk ke sekolah favorit juga tidak apa-apa, diremihin dan dibodoh-bodohin enjoy aja yang penting anak mau belajar dan berusaha.

Belajar apa yang disukainya dan dia menikmati proses belajarnya itu. Anak belajar apa yang disukainya disitulah bakatnya yang akan menentukan ‘nasib’nya.

Read also :  Gemerlap Jawa di Lihat dari Angkasa pada Malam Hari

Katanya Albert Einstein semua anak itu dilahirkan dalam kecerdasannya masing-masing, namun kita yang memandangnya dari sudut yang kurang tepat karena faktor standar penilaian sekolah yang tidak tepat ibarat ada perlombaan manjat pohon bagi ikan dan monyet maka selamanya ikan akan dianggap bodoh, begitpun sebaliknya kalau monyet disuruh berenang lawan ikan maka selamanya monyet akan ditertawakan sebagai mahluk bodoh.

Kuliah tidak perlu ngotot untuk mendapatkan IPK sempurna karena kalau hanya mengejar nilai IPK saja waktunya hanya habis untuk digunakan mempelajari pelajaran akademik saja dan tidak ada waktu mempelajari lainnya.  

Katanya Jack Ma pemilik Ali Baba, anak tidak harus peringkat 1 asalkan tidak bodoh-bodoh amat, karena kalau hanya mengejar peringkat 1 maka anak hanya akan fokus mengejar peringkat itu, tidak punya kesempatan untuk mempelajari lainnya yang justru lebih bermanfaat dalam hidupnya.

Sistem pendidikan yang mengutamakan persaingan dan sistem ranking, menghafal berdasarkan diktat yang telah ditentukan, belajar mati-matian dengan materi pelajaran yang baku dan kaku dan ujung-ujungnya bercita-cita jadi pegawai sudah tidak relevan lagi,

sistem pendidikan seperti itu hanya cocok di zaman revolusi industri pertama di mana dibutuhkan banyak tenaga buruh dan aparatur Negara yang bekerja berdasarkan waktu dan pola kerja monoton yang telah ditentukan, miskin kreatifitas dan imajinasi.

Pendidikan itu bukan mempelajari apa yang terjadi tetapi melatih otak untuk berpikir. Masa depan akan dikuasai oleh orang-orang berotak kanan kata Daniel Pink dalam bukunya A Whole New Mind, sekarang saja sudah banyak buktinya.

Amerika dan Eropa kabarnya mulai memfokuskan pendidikan mereka untuk mendidik otak kanan para siswanya dengan melatih sisi kreatifitasnya.

Mereka akan melempar pekerjaan otak kiri yang lurus-lurus saja ke Negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia.

Read also :  Human Capital Index Indonesia dan Sistem Pendidikan Berkualitas

Menteri muda Indonesia Nadiem Makarim sudah menyadari tentang ini, semoga memberikan terobosan yang bisa berdampak besar untuk masa depan generasi muda kedepannya yang lebih baik.   

x

Leave a Comment