Kisah ini adalah kisah catatan Cornelis de Houtman dalam perjalanannya sebagai orang pertama yang melakukan ekspedisi ke Hindia Belanda (Nusantara) 600 tahun yang lalu
Buku dengan tebal 403 halaman ini berjudul De eerste schipvaart der Nederlanders naar Oost-Indië onder Cornelis de Houtman, 1595-1597 dan diterbitkan dalam bentuk buku oleh S-Gravenhage Martinus Nijhoff tahun 1915
Saat itu belum ada kamera tapi beberapa peristiwa yang dianggapnya menarik dituangkan dalam bentuk gambar dan dilengkapi dengan deskripsi penjelasannya. Beberapa hal menarik dari bagian buku tersebut berasal dari catatan Cornelis de Houtman kami tuang disini secara singkat
AWAL MULA
Catatan Cornelis de Houtman menyebutkan bahwa pada saat itu Portugal menjadi kerajaan yang kuat di abad ke-15 karena ditopang armada lautnya yang kuat.
Teknologi kapal laut sebagian dipelajarinya dari penguasa Islam, bangsa Moor, yang menginvasi dan menduduki wilayah Portugal dan Spanyol (Semenanjung Iberia) beberapa abad sebelumnya.
Orang Portugis menjadi orang Eropa pertama yang mengelilingi Tanjung Harapan di Afrika Selatan dan menemukan kerajaan pulau-pulau Nusantara pada awal abad ke-15.
Pada saat itu Spanyol dan Portugal membagi wilayah dunia di antara mereka sendiri dan Belanda sedang berperang dengan Spanyol yang berlangsung 80 tahun (1568 – 1648). Belanda kemudian diperintah oleh raja Spanyol Philip II dan penerusnya Philip III dan Philip IV.
Belanda yang dikenal dengan sebutan Lage Landen (Negara Rendah) atau Zeventien Provinciën (Tujuhbelas propinsi) memberontak melawan Kekaisaran Spanyol.
Pada saat itu Portugal telah berhasil menjelajah kawasan Hindia Timur menemukan kekayaan rempah-rempah bersama dengan Spanyol dan rempah-rempah itu dijual di Eropa menghasilkan banyak uang.
Belanda melakukan perdagangan dengan Portugal dan Spanyol, tetapi sebenarnya ingin mendapatkan rempah-rempah langsung dari Hindia untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Niat Belanda ini ditentang oleh Portugal dan Spanyol. Belanda berusaha mencari jalur laut ke Timur dan mencoba beberapa kali ke Timur melalui Kutub Utara dan tidak berhasil.
Pada tahun 1592 Cornelis Claesz, seorang pencetak buku Amsterdam, berhasil mendapatkan 25 peta laut yang dibelinya dari kartografer Petrus Plancius dari Bartholomeo de Lasso, ahli pelayaran dari kerajaan Spanyol. Peta-peta ini berisi pantai-pantai di seluruh bumi, dengan kedalaman, beting, bebatuan, pelabuhan, dll.
COMPAGNIE VAN VERRE
Pada tahun 1594, 9 orang kaya dari Amsterdam mendirikan perusahaan Compagnie van Verre dengan modal bersama sebesar 290.000 gulden.
Tujuannya adalah untuk melakukan perdagangan ke Hindia Timur dengan armada 4 kapal yang dipimpin Cornelis de Houtman.
Banten pada saat itu menjadi pusat perdagangan terbesar dikawasan Hindia Timur bagian barat di ujung pantai barat laut Jawa.
PELAYARAN PERTAMA
Pada tahun 1595 armada dagang Cornelis de Houtman melakukan perjalanan melalui Afrika Selatan, menggunakan peta laut yang di dapat dari Cornelis Claesz.
Houtman berangkat dengan 4 kapal yang terdiri Amsterdam, Hollandia, Mauritius dan kapal pesiar Duyfkens dari pulau Texel.
Catatan Cornelis de Houtman menyebutkan armada dagang tersebut terdiri 249 awak, termasuk Conelis de Houtman beserta saudaranya yaitu Frederick, Paulus van Caerden dan Piet Keyser. Keyser telah diberi peta laut dan instrumen astronomi dari Plancius.
Di atas kapal, dilengkapi dengan meriam yang dipinjam dari pemerintah negara. Ikut dalam rombongan armada tersebut pedagang Gerrit van Beuningen, Jan Jansz, Kaerel dan Aernoudt Lintgens ikut bersama.
BANTEN
Setelah mengarungin samudera dan mendarat melalui Tanjung Harapan Afrika, ke Madagaskar dan singgah di pulau-pulau kecil akhirnya Pada tanggal 22 Juni 1596, kapal armada dagang de Houtman tiba di Banten.
Kurang dari setengah kru-nya masih hidup. Di Banten mereka menjumpai orang dari berbagai Negara seperti Portugis, Turki, Arab, Bengali, Abyssinians, Cina dan banyak pedagang lainnya.
HOUTMAN DISANDERA
Ketika di Banten de Houtman melakukan perjanjian tentang penjualan lada yang dipasok hanya kepada Belanda namun terjadi perselisihan tentang harga lada dengan Bupati Banten dan penguasa Banten masih juga menjual ladanya kepada Portugis.
Orang Portugis mencoba menuduh Belanda dengan tipu muslihat bahwa de Houtman akan menyerang Banten
Atas permintaan Portugis, sultan Banten menangkap De Houtman, bersama dengan semua orang Belanda lainnya yang ada di darat.
Banten kemudian ditembak dari laut oleh kapal-kapal Belanda. Dua jung disita oleh Belanda dan isinya dicuri. Perahu ketiga dengan 50 ton cengkeh dibakar oleh Portugis agar tidak jatuh ke tangan Belanda.
Kemudian De Houtman dan krunya dibebaskan setelah dibayar tebusan oleh Belanda kepada sultan Banten. Bahkan perdagangan dengan Banten dipulihkan, sampai sultan memutuskan bahwa dukat perak (mata uang Spanyol) tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran.
Belanda tidak memilikinya dan De Houtman meninggalkan Banten untuk selamanya, tetapi sebagai balas dendam kepada Portugis mereka menembaki kapal-kapal Portugis yang digunakan duta besar Portugis untuk berlayar dari Malaka ke Banten.
PEMBANTAIAN DI KAPAL AMSTERDAM
Pada tanggal 2 Desember 1596, armada Belanda tiba di Sidayu dekat Surabaya. Tiga hari kemudian, penguasa setempat berpura-pura membayar upeti kepada kapal Amsterdam, tetapi kapal malah diserang.
Dari 27 orang di dalamnya, 12 tewas, termasuk kapten Jan Jacobsz. Schellinger, pedagang Reynier van Hell dan taruna Gilles Valckenier. 4 Orang terluka parah.
Penguasa setempat mengumumkan kunjungan kehormatan di atas kapal Belanda, yang kemudian dengan meriah kapal-kapal Belanda dihiasi dengan bendera.
Dalam budaya Jawa, pengibaran bendera berarti akan terjadi pertempuran. Sedangkan pengibaran bendera oleh Belanda di kapalnya dimaksudkan sebagai acara kemeriahan.
Setelah bendera dikibarkan, ada beberapa orang Jawa yang bertanya kepada Belanda mengapa mereka ingin menyerang? Jawabannya adalah (karena mereka tidak mengerti pertanyaannya) bahwa mereka hanya akan merayakannya.
Di Bali, seorang pejabat setempat menjelaskan kepada Belanda bahwa serangan itu bukan kesalahan mereka, dengan mengatakan bahwa yang tinggal di Sidayu hanya bajak laut.
Korban tewas di pihak orang Jawa150 dan beberapa penyerang lain ditangkap oleh Belanda selama penyerangan.
Ketika Belanda melihat seorang anak Belanda berusia 10 atau 11 tahun telah dibunuh dengan setidaknya 13 tusukan pisau, para tahanan dibunuh sebagai balas dendam. Mayat para awak kapal dilempar ke laut dengan batu diikatkan ke tubuh mereka.